Sebaiknya, kita tidak terlalu
banyak berinteraksi dengan smartphone. Terlalu ketergantungan dengan smartphone
dapat mengarah pada kecemasan dan depresi. Sebuah penelitian dari University of
Illinois at Urbana-Champaign terhadap 300 mahasiswa yang menggunakan teknologi,
ternyata beresiko lebih berat pada kecemasan dan depresi, terutama bagi
kalangan mahasiswa yang menggunakannya sebagai pengalih masalah untuk menghindari berurusan dengan pengalaman yang
tidak menyenangkan atau perasaan.
Perangkat dengan banyak aplikasi
yang banyak menghadirkan hiburan dan selalu ada secara konstan di kehidupan
keseharian di ujung jari, membuat lebih mudah untuk terputus dari masalah dan
tekanan realitas, selain juga menghindari keterlibatan terlalu dalam dengan
masalah tersebut. Namun seiring waktu berjalan situasi atau perasaan yang tidak
nyaman dapat timbul menjadi menjadi
pola eskapis perilaku an dan dapat membuat orang lebih rentan terhadap stres karena tidak cukup latihan
emosional.
Keterikatan dan hubungan emosi
sebab akibat efeknya belum dapat dijelaskan dengan rinci, namun mungkin saja
orang yang cemas atau depresi menggunakan smartphone lebih intensif. Atau yang menggunakan perangkat yang lebih
intensif akhirnya dapat mengarah pada pengembangan kecemasan/depresi. Mirip sebuah siklus.
Satu catatan bahwa ponsel
digunakan hampir pada 5 milyar penduduk dan internet digunakan sekitar 3 milyar
penduduk dunia. Untuk menjelajahi
bagaimana kebiasaan smartphone berhubungan dengan kesehatan mental, para
penulis melakukan studi dua bagian. Pertama,
mereka mengevaluasi respon kuesioner tentang penggunaan teknologi dan emosi yang diselesaikan oleh 318 mahasiswa. Kemudian,
untuk menguji penggunaan ponsel dalam situasi stres, tim meminta 72 mahasiswa
untuk menghabiskan lima menit menulis tentang sebuah kelemahan pribadi yang membuat mereka tidak nyaman. Tulisan-tulisan
kecemasan dikumpulkan, di
bawah premis palsu bahwa tulisan itu akan ditinjau sebagai bagian dari training psikologi 10 menit.
Sementara ketika ulasan sedang berlangsung, sepertiga peserta yang tidak memiliki akses ke teknologi apapun; sepertiga lainnya
memiliki akses hanya untuk ponsel; sedangkan
sepertiga sisanya hanya memiliki akses ke game komputer sederhana.
Mereka yang diizinkan untuk menggunakan ponsel memiliki
tingkat kecemasan terendah. Sekitar 64 % lebih
mungkin untuk tidak mengalami kecemasan dibandingkan mereka yang tidak memiliki
akses teknologi. Di antara mereka dalam kelompok ponsel yang mengalami
kecemasan, 82% menggunakan ponsel mereka pada masa tunggu. Sebagai
perbandingan, hanya sekitar setengah dari peserta game yang cemas dengan bermain game komputer sepanjang waktu.
Jika pada posisi terbalik, di antara mereka yang memiliki akses
ponsel yang tidak merasa cemas, hanya sekitar setengah berpaling ke ponsel mereka
melalui masa tunggu. Lalu hanya
seperempat yang bermain game bebas kecemasan bermain game keseluruhan. Para peneliti menyimpulkan bahwa ponsel menjadi sebagai semacam "selimut
keamanan" dengan "kemampuan menghibur yang unik." Namun,
disimpulkan juga, efek ini lemah.
Peneliti menyarankan bahwa mengandalkan ponsel untuk
mengurangi kecemasan mungkin berakhir meremehkan pengembangan keterampilan
koping/mengatasi yang lebih
efektif. Semua tergantung pada tujuan
pemakainya yang pada akhirnya akan menentukan konsekuensi negatif
penggunaannya.
Orang bisa saja menggunakan
teknologi untuk mencerminkan kondisi dasar dirinya, namun bukan berarti selalu
dalam kondisi negatif. Perlu ada sebab musabab lagi lebih jauh dalam penentuan
ini.
health