Ada
sebuah penelitian baru yang menarik, bahwa penurunan kontak mata pada
bayi yang baru berusia 2 bulan ternyata dapat menjadi indikator awal
gangguan soektrum autistik. Sebuah studi yang dilakukan pada 110
anak, sejak lahir sampai balita berusia sekitar 3 tahun menunjukkan
pada bulan awal cara memandang mereka kepada lawan bicara baik,
tetapi menurun di usia sekitar 2 sampai 6 bulan dan terus menurun
sampai akhir studi. Pola ini tidak diamati pada anak yang sedang
tumbuh.
Penulis penelitian ini Warren Jones, PhD, direktur
peneliti pada the Marcus Autism Center With Children's Healthcare of
Atlanta, Georgia dan Emory University School of Medicine menyatakan
penelitian ini menarik karena belum pernah diteliti sebelumnya dan
sangat membantu untuk memberikan tanda awal autistik di bulan-bulan
pertama kehidupan. Penelitian ini sempat dipublikasikan di Nature
tanggal 6 Nopember 2013.
Dalam awal tahun 2013 ini, para peneliti dari Yale University juga
mempresentasikan studi percontohan awal yang dilakukan Brain and
Behavior Research Foundation yang hasilnya menunjukkan bahwa
aktivitas otak yang tercatat dengan EEG (electroencephalogram) anak
anak dengan Autistik lemah kontak matanya dibandingkan dengan anak
anak normal yang sama-sama sedang berkembang. Dalam penelitian ini,
para peneliti berusaha untuk mengeksplorasi hubungan antara kontak
mata dan autistisme pada populasi yang lebih muda.
Dari penelitian yang melibatkan 110 anak itu dibagi dalam 2 grup,
grup beresiko tinggi karena memiliki saudara yang menderita autistik
(jumlah 59 balita) dan kelompok resiko rendah yang tidak berkerabat
dengan saudara yang autistik (jumlah 51 anak). Penelitian dilakukan
pada 10 titik waktu berbeda, dimana mereka melihat video pengasuh
yang fokusnya pada mata, mulut, tubuh pengasuh dan ruangan kosong.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 12 anak (20,3%, 10 di antaranya
adalah laki-laki) pada kelompok berisiko tinggi memenuhi kriteria
diagnostik Autistik pada usia 3 tahun versus hanya 1 anak (laki-laki)
pada kelompok risiko rendah. Para peneliti juga membandingkan 11 anak
laki-laki dengan autistik dengan 25 anak laki-laki dari kelompok
berisiko rendah tanpa autistik.
Setelah penelusuran pada mata, para peneliti menemukan bahwa
penurunan kontak mata terus terjadi antara anak dengan kecenderungan
autistik dengan video pengasuhnya. Aktivitas ini terus terjadi saat
anak berusia 2 sampai 6 bulan dan terus menurun sepanjang penelitian
berlangsung. Sebaliknya, bagi anak yang tumbuh normal antara usia 2-6
bulan secara nyata tetap memandang pengasuhnya (P <.001). pada
usia 24 bulan, anak yang diduga menderita autistik hanya fokus
memandang setengahnya dibandingkan anak yang tidak diduga autistik (P
= .002).
Hasil penelitian ini dianggap mengejutkan karena teori lama juga
menyatakan “perilaku sosial hilang” pada anak dengan autistik.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa perilaku sosial yang utuh ada
segera setelah anak lahir. Menurut Dr Jones, wawasan ini penting
untuk perilaku sosial masa depan untuk menghindari tanda awal
kecacatan sosial dan mempertimbangkan intervensi apa yang akan
dilakukan untuk mengurangi kecacatan yang berhubungan dengan autisme.
Hal ini bisa menjadi catatan untuk orangtua agar waspada dan
berdiskusi dengan dokter anak.
Menurut DR Thomas R. Insel, MD dari the National Institute of Mental
Health (NIMH) menyatakan "Semakin cepat kita mampu
mengidentifikasi tanda awal untuk autisme, semakin efektif intervensi
perawatan yang bisa dilakukan". Penelitian lanjutan masih
diperlukan, namun hal ini diharapkan dapat menggiring untuk
menciptakan alat yang dapat mendeteksi dini austisme pada anak di
masa depan.
sumber: medscape